Politik    Sosial    Budaya    Ekonomi    Wisata    Hiburan    Sepakbola    Kuliner    Film   
Home » » Heru AB Tanggapi Pemilu Serentak dan Pemilukada

Heru AB Tanggapi Pemilu Serentak dan Pemilukada

Posted by fimny on Rabu, 10 September 2014

Jakarta, FIMNY.org – Mahasiswa Hukum Bisnis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Trisaksi, Heru AB, S.H. menanggapi isu hangat terkait Pemilihan Umum Serentak untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Presiden dan Wakil Presiden serta Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum Kepala Daerah (RUU PEMILUKADA).

Heru AB mengatakan, bilamana kita memaknai Pemilihan Umum untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Presiden dan Wakil Presiden kita harus memaknainya secara limitatif.

“Pemilu menurut Pasal 22E UUD (Undang-Undang Dasar, red) 1945 harus dimaknai secara limitatif untuk memilih anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat, red), DPD (Dewan Perwakilan Daerah, red), DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, red), Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan lima tahun sekali”, ungkap Heru AB melalui Broadcast BlackBerry Messenger yang diterima FIMNY.org pada hari Rabu, 10 September 2014.

Lebih lanjut Heru AB mengatakan, berdasarkan pemahaman yang limitati itu pula beberapa saat yang lalu Mahkamah Konstitusi memutuskan Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Umum Presiden dilakukan secara serentak di 2019 kedepan, sebab kedua pemilu diatas merupakan satu kesatuan rezim Pemilu sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang dasar.

“Pemahaman ini pula yang mendorong MK (Mahkamah Konstitusi, red) untuk memutus Pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dilakukan secara serentak di 2019 nanti. Sebab keduanya (Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden) merupakan satu kesatuan rezim Pemilu sebagaimana diamanatkan dalam pasal 22E UUD 1945”, ungkap Pemuda kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat ini.

Heru AB melanjutkan, beda halnya dengan prosesi Pemilihan Kepala Daerah, sebab Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) merupakan bukan bagian dari rezim Pemilihan Umum (Pemilu) seperti yang telah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi yang termuat dalam Putusannya Nomor 97/PUU-XI/2013.

“Sedangkan berkenaan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota), konstitusi kita mengaturnya dalam pasal Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 yaitu menegaskan bahwa Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota dilakukan secara Demokratis. Hal ini kemudian dipertegas dengan adanya Putusan MK 97/PUU-XI/2013 berkenaan dengan Kewengan MK mengadili sengketa Pilkada, MK dalam Putusanya MK Menegaskan bahwa ‘Pilkada bukan bagian dari Rezim Pemilu, sehingga MK tidak berwenang untuk mengadili’,”, Heru bercetus.

Lebih lanjut Heru AB berucap, “mengingat bahwa setidaknya dalam 1 bulan terakhir ini jajak pendapat tentang sistem Pilkada langsung terus bermunculaan. Maka jauh sebelum kita terjebak pada opsi DUKUNG atau TOLAK Pilkada Langsung, alangkah baiknya kita terlebih dahulu menggali lebih dalam tentang Pemaknaan kalimat "Dipilih secara Demokratis" (vide pasal 18 ayat 4 UUD)”.

“Kami berpandangan bahwa perdebatan-perdebatan yang pembahasanya keluar dari konteks kalimat itu, dapat dikategorikan sebagai berdebatan yang "sesat menyesatkan" karena tidak menjadikan Konstitusi sebagai acuan/rujukan dalam membangun gagasan. Perlu diingat bahwa jauh di atas kompleksitas kepentingan politik masing-masing Golongan/Partai Politik yang harus masing-masing diamankan, kita tetap harus menempatkan kesucian Konstitusi pada posisi tertinggi, sebagai konsekuensi dari Pilihan kita menjadikan Negara ini sebagai Negara Hukum (Rule Of Law) bukan Rule Of the Man”, ungkapnya dalam kalimat terakhir.

SHARE :
CB Blogger

Posting Komentar

 
Copyright © 2008 fimny. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by www.phylopop.com