Politik    Sosial    Budaya    Ekonomi    Wisata    Hiburan    Sepakbola    Kuliner    Film   
Home » , » Abdullah Hehamahua: Konsep Masyarakat Islam dan Penerapan Hukumnya

Abdullah Hehamahua: Konsep Masyarakat Islam dan Penerapan Hukumnya

Posted by fimny on Selasa, 16 September 2014

Foto: rimanews.com
Yogyakarta, FIMNY.org  –  Tulisan ini merupakan penggalan makalah yang telah disampaikan oleh Dr. Abdullah Hehamahua, S.H.,M.M. (Mantan Penasehat Spiritual Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia), dengan judul makalah “Membaca Nafas Islam dalam Konstitusi Negara di Indonesia”, makalah tersebut disampaikan dalam dialog hukum yang dilaksanakan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Salahuddin, UGM, Yogyakarta, pada 13 Juli 2014 bertempat di Wisma Keluarga Alumni Gadjah Mada (KAGAMA). Tulisan ini FIMNY.org dapatkan dari Panitia Penyelenggara usai acara berlangsung. Untuk selanjutnya kami sajikan dibawah ini.  
 
Masyarakat Madani (Masyarakat Islam) adalah masyarakat yang warganya cerdas, sejahtera, sehat, aman dan damai, penuh kasih sayang dalam ampunan Allah SWT. Sekalipun ada persamaan di antara Masyarakat Madani dengan masyarakat sipil (civil society), tetapi ada perbedaan prinsip di antara keduanya.  Oleh karena itu, sebuah masyarakat, baru disebut sebagai Masyarakat Islam atau Masyarakat Madani, jika ia memenuhi kriteria-kriteria yang ada dalam empat pendekatan, yaitu: pendekatan tauhidiyah, sistem, keperluan warga masyarakat, dan pendekatan kualitas warga masyarakat.
   
Pendekatan Tauhidiyah

Berbeda dengan agama lain, Islam menetapkan, semua kegiatan penganutnya – berkeluarga, bermasyarakat, berpemerintahan, berbangsa, dan bernegara – harus berdasarkan aqidah Islam. Sebab, semua aktivitas umat Islam hanya untuk memeroleh ridha-Nya: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, perjuanganku, hidup dan matiku hanya untuk Rabb sekalian alam.” (Q. S Al An’am: 162).

Itulah sebabnya, Islam adalah satu-satunya agama yang bersih dan murni ketauhidannya seperti dijelaskan al-Qur’an: Katakanlah, Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” (Q.S. Al Ikhlas: 1 – 4).

Itulah hakikat sila pertama Pancasila – Ketuhanan Yang Maha Esa – yang merupakan causa prima atas empat sila lainnya Olehnya, sangat fatal kalau umat Islam memisahkan masalah pemerintahan, termasuk Pemilu dan Pilpres dari nilai tauhidyah.

Tauhid, dari segi bahasa, berarti menyatukan atau menunggalkan. Secara istilah, tauhid berarti, menunggalkan atau mengesakan Allah dalam beribadah kepada-Nya dengan meyakini akan ketuhanan-Nya (keilahian-Nya), kekuasaan-Nya, sifat-sifat-Nya dan nama-nama-Nya. Oleh karena itu, tauhid terbagi atas tiga jenis, yaitu: tauhid uluhiyah, tauhid rububiyah, dan tauhid al asmah wa syifah

Sekalipun ketauhidan Islam lebih bersih, murni, dan konkrit, tetapi sila pertama Pancasila dapat mengakomodasi masalah ketauhidan ini di antara penganut agama-agama langit yang ada di Indonesia, sesuai firman-Nya:

Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Rabb selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (Q.S. Al-Imran: 64).

Pendekatan Sistem

Islam bukan ideologi. Islam adalah dinullah (agama Allah) yang juga mempunyai doktrin ideologi. Berbeda dengan ideologi dunia (kapitalisme-liberalisme, sosialisme - komunisme, zionisme - sekularisme), ideologi Islam terdiri dari empat pilar: pendidikan, politik, dan ekonomi di mana ketiganya berporos aqidah Islam. Itulah sebabnya, Islam menetapkan kriteria dan proses yang jelas tentang sistem pendidikan, politik (termasuk pemerintahan), dan ekonomi yang tidak bertentangan dengan aqidah Islam.

Dengan demikian, dari pendekatan aqidah, identitas presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, bupati/walikota, dan pejabat publik lainnya serta proses pemilihan/penetapan harus sesuai al-Qur’an dan as-Sunnah. Cara selain itu, terkategori syirik. Sebab, syirik tidak hanya dalam bentuk menduakan Allah SWT, tetapi juga menduakan hukum-hukum-Nya. Sementara umat Islam tidak boleh menjadikan Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin sebagaimana firman-Nya:
“Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian lainnya. Barangsiapa di antara kamu menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (QS Al Maidah: 51).

Demikian pula halnya dalam penerapan ideologi, tidak boleh bertentangan dengan hukum yang sudah ditetapkan Allah SWT dan Rasul-Nya sebagaimana disebutkan ayat berikut: Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami beri peraturan dan jalan yang terang, sekiranya Allah menghendaki  niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja). (QS Al Maidah: 48).

Bahkan dengan tegas Allah mewahyukan: Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (Q.S An-Nisaa’: 65).

Sistem  Islam, dalam pembangunan nasional suatu negara, penerapannya terdiri dari empat komponen: subsistem yang komprehensif; dialogis; seimbang; dan mendekati tujuan perjuangan dengan uraian sebagai berikut:

Point Pertama; Subsistem yang Komprehensif. Suatu sistem pembangunan disebut islami jika sub-sub sistemnya saling sinerjik dan bersifat komprehensif, sesuai ayat al-Qur’an: Wahai orang-orang beriman, masuklah ke dalam Islam secara totalitas, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan karena mereka adalah musuhmu yang nyata (QS Al Baqarah: 208).

Point Kedua; Sistem yang Dialogis. Dalam sistem Islam, pimpinan bukan merupakan makhluk sakral yang tidak bisa disentuh rakyat atau bawahannya. Di antara mereka, tidak hanya berlangsung hubungan two ways trafic communication, bahkan multy ways trafic communication. Artinya, kerjasama di antara sangat akrab, seperti dikatakan peribahasa: duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul.

Point Ketiga; Subsisten yang Seimbang. Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. (Q.S Asy Syuura: 20)

Maksud ayat ini, sebagaimana dijelaskan Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, jika seorang berbisnis dengan beretika – tidak curang, tidak menggunakan riba – karena memerhatikan keseimbangannya dengan tuntutan akhirat, orang ini akan memeroleh dua keuntungan. Pertama, keuntungan di dunia berupa bisnis yang maju. Kedua, di akhirat dia akan memeroleh tempat yang layak di sisi Allah SWT. Sebaliknya, jika seorang pedagang hanya mengutamakan keuntungan usahanya tanpa memerhatikan moral berbisnis yang benar, dia hanya memeroleh satu keuntungan: bisnisnya maju karena memeroleh keuntungan  akibat sistem riba dan tipudaya yang dilakukan dalam bisnisnya tersebut. Tetapi, di akhirat, pedagang ini tidak memeroleh tempat yang layak di sisi Allah SWT, sebaliknya dia akan dijebloskan ke dalam neraka.

Asas keseimbangan tersebut diperjelas lagi oleh Allah SWT melalui firman-Nya : Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui (Q.S Yaa Siin: 36).

Ayat ini menjelaskan, Allah menetapkan asas keseimbangan dalam kehidupan manusia dengan prinsip ”berpasang-pasangan.” Pasangan-pasangan itu misalnya: pria – wanita, siang - malam, baik – buruk, kaya – miskin, untung – rugi, material – spritual, akal – kalbu, iman – ilmu, hidup – mati, dan dunia – akhirat.

Salah satu bukti keseimbangan tersebut adalah menguap dan turunnnya hujan ke bumi. Data-data ilmiah menunjukan, setiap detik, 16 juta ton air menguap dari permukaan bumi, baik dari laut, sungai maupun danau dan rawa-rawa. Jadi dalam setahun, jumlah air yang menguap dari permukaan bumi adalah sebanyak 513 trilyun ton. Jumlah ini sama banyak persis dengan jumlah curah hujan yang turun ke bumi dalam setahun.

Point Keempat; Mendekati Tujuan Perjuangan. Sistem yang bagus dan benar adalah yang secara sistematis, bertahap dan konkrit membawa rakyat ke tujuan perjuangan. Hal ini dibuktikan oleh Rasulullah di mana dalam waktu 23 tahun, beliau bisa mewujudkan masyarakat madani, suatu masyarakat yang berbudaya dan teratur. Bahkan sistem tersebut, pada masa kepimpinan khalifah Abubakar, tidak ada penduduk Madinah yang bersedia menerima zakat fitrah karena tidak lagi tergolong fakir miskin. Bandingkan  di Jawa Tengah, setiap menjelang lebaran, umat berdesak-desakan bahkan sampai ada yang meninggal dunia hanya untuk memeroleh sedekah sebesar Rp. 20 rupiah. Perhatikan pula setiap pembagian daging korban di masjid-masjid kota besar, manusia berjubel mengharapkan sekilo daging. Demikian pula halnya dengan suasana di masjid di kota-kota besar setiap selesai shalat Jum’at, antri puluhan pengemis, mengharapkan belas kasihan jamaah Jum’at. Belum lagi maraknya kasus pelacuran, perjudian, narkoba, pencurian, penipuan dan pelbagai tindak kriminal lainnya yang dilakukan anggota masyarakat hanya untuk memeroleh sesuap nasi

Tidak heran, dari aspek kesejahteraan rakyat, pada tahun 2010, tercatat 13,33 persen rakyat Indonesia tergolong miskin mutlak sedangkan hampir separuh rakyat Indonesia berada di area kemiskinan terbuka. Tragisnya, tercatat 37% rakyat miskin di Papua dan Papua Barat, jauh berbeda dengan penduduk Jakarta yang hanya 3,5% di antara mereka, tergolong miskin.

Pada waktu yang sama, hutang luar negeri kita (2010) sebesar Rp. 1.727 trilyun yang batas akhir pelunasannya pada tahun 2041. Sementara setiap tahun ada penambahan hutang baru, yakni: Rp. 1.818 trilyun, hutang tahun 2011, kemudian menjadi Rp. 2.000 trilyun (2012), dan Rp. 2.230 trilyun (2013).

Dari segi keamanan dan pertahanan, seringnya terjadi unjuk rasa, tawuran, dan kerusuhan di mana-mana. Pada waktu yang sama, SDA Indonensia semakin bermasalah. Misalnya hutan Indonesia sudah di status stadium 4 di mana setiap menit, terjadi kerusakan hutan seluas dua kali lapangan bola di seluruh Indonesia. Minyak bumi di perut Indonesia diperkirakan akan habis pada tahun 2030 sedangkan terumbu karang di perairan Indonesia semakin rusak.


Pendekatan Keperluan Warga Masyarakat

Selain pendekatan sistem, suatu masyarakat disebut masyarakat Islam jika ia memenuhi kriteria dari pendekatan “keperluan warga masyarakat.” Dalam Islam, keperluan warga masyarakat tersebut terdiri dari: human need, human welfare, dan human interest.

Dalam konteks ini, pasal 29 UUD 1945 menetapkan, negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, tidak boleh ada peraturan perundang-undangan di Indonesia yang bertentangan aqidah Islam yang direfleksikan dalam adagium Ketuhanan Yang Maha Esa sehingga human need, human welfare, dan human interes setiap warga masyarakat dipenuhi secara proporsional.

Oleh karena itu, UUD 45 menetapkan, anak-anak terlantar, dan fakir miskin menjadi tanggungan negara.

SHARE :
CB Blogger

Posting Komentar

 
Copyright © 2008 fimny. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by www.phylopop.com