Politik    Sosial    Budaya    Ekonomi    Wisata    Hiburan    Sepakbola    Kuliner    Film   
Home » » Menggagas Ulang Gerakan Perempuan

Menggagas Ulang Gerakan Perempuan

Posted by fimny on Senin, 13 Oktober 2014

Luluk Fadilah
Alvarez dalam bukunya Engendering Democracy in Brazil: Women's Movement in Transition Politics (terj,1990) mendefinisikan gerakan perempuan sebagai sebuah gerakan sosial dan politik yang terdiri dari sebagian besar perempuan yang memperjuangkan keadilan dan jender.

Definisi ini sangat sejalan bila melihat kondisi dilapangan, sekalipun muncul dengan berbagai corak dan bentuk, gerakan-gerakan perempuan yang ada di dunia memang memiliki kesamaan arah dan tujuan, yakni bertumpu pada usaha memperjuangkan nasib perempuan yang selama ini dianggap terbelenggu oleh dominasi tatanan sosial yang tidak berkeadilan jender.

Isu jender memang menjadi perspektif bagi hampir seluruh gerakan perempuan dalam  berkiprah melakukan transformasi sosial di tengah-tengah masyarakat. Mereka berangkat dari asumsi feministik bahwa selama berabad-abad lamanya kaum perempuan telah mengalami penindasan dan ketidakadilan akibat adanya kultur patriarkat yang mendominasi kehidupan masyarakat.

Munculnya kasus-kasus kekerasan, praktek diskriminasi dan marjinalisasi yang dianggap merendahkan kaum perempuan, serta persoalan-persoalan lain yang saat ini diklaim sebagai persoalan perempuan kemudian dianggap sebagai  manifestasi dari keadaan ini. Kondisi tersebut menyebabkan kaum perempuan saat ini berada dalam keterpurukan, baik secara psikologis pribadi maupun secara mentalitas organisasi.

Usaha pengkerdilan terhadap perempuanpun diakibatkan oleh berbagai sektor. Diantaranya yang berkembang saat ini adalah konstrkruksi media massa. Media massa yang dimaksud disini adalah sebuah media yang menjadikan perempuan sebagai bahan eksploitasi. Perempuan dengan fisiknya yang indah menjadi nilai tawar dalam usaha eksploitatif sehingga mampu menarik konsumen dan keuntungan modal yang kembali kepada penyedia jasa. Tapi, kondisi ini tidak disadari oleh perempuan bahwa hal tersebut merupakan pelecehan.

Kondisi selanjutnya, sebagaimana dikatakan oleh Widjajanti M. Santoso (2011) dalam bukunya Sosiologi Feminisme: Konstruksi Perempuan Dalam Industri Media, bahwa representasi di dunia industri media (televisi) telah memperlihatkan adanya streotipe dan stigma tertentu, berupa nilai dan ideologi misoginis yang sangat tiak menguntungkan perempuan. Adegan senetron yang marak berkembang di dunia televisi cenderung menghegemoni yang menyebabkan perempuan tidak bisa lepas dari konstruksi yanng mengikatnya.

Selain itu, kondisi perempuan dewasa ini cenderung mengabaikan terhadap keperempuannya, dalam artian tidak mau ikut andil dalam mengupayakan pemberdayaan perempuan, terutama dikalangan perempuan generasi muda. Mereka cenderung apatis melihat kenyataan yang menerpa perempuan dan lebih enjoy mengikuti gaya hidup hedon. Disamping itu kekuatan arus globalisasi telah menggerus kehidupan manusia menuju sistem kehidupan yang pragmatis. Sehingga tidak heran, kaum perempuan memilih apatis  terhadapsituasi apapun. Rasanya lengkap sudah penderitaan kaum perempuan.

Berkaca Pada SejarahMaka dalam kondisi ini, peran organisasi perempuan sangat dibutuhkan untuk membangkitkan kembali semangat gerakan perempuan itu. Dalam catatan sejarah bangsa Indonesia, gerakan perempuan telah berhasil menbuktikan bahwa peran kaum perempuan sangat menentukan terhadap proses kemerdekaan bangsa Indonesia dan bahkan mampu mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan dan hal itu lahir melalui sebuah organisasi atau perkumpulan.

Kehidupan perkumpulan perempuan Indonesia (gerakan perempuan) bermula dari kegiatan para perempuan di dalam perkumpulan umumnya (perkumpulan yang beranggotakan campuran, perempuan dan laki-laki). Kaum perempuan di Nusantara, terutama yang mengecap pendidikan sekolah dasar atau menengah biasanya memulai aktivitas perkumpulan melalui kegiatan kepanduan (pramuka) atau dalam perkumpulan yang dibentuk berlatar belakang kedaerahan seperti Jong Java, Jong Sumatra atau Jong Ambon. Melalui perkumpulan pemuda inilah perempuan Indonesia turut beraktivitas. Misalnya mereka turut bersama di dalam pendeklarasian Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Di samping itu, berbagai perkumpulan umum (pemuda) membentuk seksi perempuan seperti Wanito Tomo dari Boedi Oetomo, Poetri Indonesia dari Putra Indonesia dan Wanita Taman Siswa dari Taman Siswa. Sedangkan perkumpulan perempuan yang muncul pada awal gerakan di antaranya adalah Putri Mardika, pada tahun 1916.

Beberapa perempuan yang kemudian menjadi pelopor dan panitia pelaksana Kongres Perempuan Indonesia pertama ikut serta dalam deklarasi di Jakarta itu. Mereka ini antara lain Soejatin, Nyi Hajar Dewantoro, Sitti Sundari dan lain-lain. Seluruh Indonesia pun mengikuti jejak ini dengan menggalang persatuan perempuan Indonesia melalui Kongres Perempuan Pertama 22 Desember 1928, yang diselenggarakan di Mataram (Yogyakarta, sekarang). Tanggal 22 Desember kemudian dijadikan sebagai icon kebangkitan gerakan perempuan Indonesia. Selain itu, di Indonesia, 22 Desember juga dijadikan sebagai Hari Ibu yang diambil dari spirit kongres Kongres Perempuan Indonesia I.

Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan.
Dalam konteks dewasa ini, gerakan perempuan harus mampu mengagas ulang kembali format gerakan yang harus di lakukan untuk mengatasi sekian problematika perempuan yang ada. Spirit perubahan zaman harus dibaca dengan cermat sebab dinamika kehidupanpun saat ini hadir dengan beragam corak. Sehingga sangat dibutuhkan pembacaan ulang dan konsolidasi nasional gerakan perempuan untuk mengatur ulang gerakan perempuan masa depan.

Disini, yang paling menentukan adalah organisasi perempuan, baik organisasi perempuan yang ada dilingkungan kampus, maupun non kampus. Mengagas ulang disini mempunyai arti diskusi lebih lanjut terhadap problematika perempuan dan mencarikan solusi sesuai dengan spirit zaman yang dinamis.



Oleh: Luluk Fadilah,
Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

SHARE :
CB Blogger

Posting Komentar

 
Copyright © 2008 fimny. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by www.phylopop.com