Politik    Sosial    Budaya    Ekonomi    Wisata    Hiburan    Sepakbola    Kuliner    Film   
Home » » DPC PERMAHI YOGYAKARTA Selenggarakan Diskusi Persoalan Pertanahan di FH UGM

DPC PERMAHI YOGYAKARTA Selenggarakan Diskusi Persoalan Pertanahan di FH UGM

Posted by fimny on Rabu, 12 Maret 2014

Yogyakarta, FIMNY.org – Permasalahan tanah dan sengketa lahan, sering menjadi ajang konflik di masyarakat DIY, padahal masalah tanah/lahan adalah merupakan amanat reformasi di bidang agraria, bahkan UU 13/2012 tentang Keistimewaan DIY menjadikan masyarakat bertanya bagaimana nasib mereka yang menggunakan tanah dengan status SG yang dipakai untuk usaha ekonomi produktif dengan HGU, tanah-tanah yang digunakan untuk tempat tinggal dengan sistem margersari. Sejak diterbitkannya UU Keistimewaan, konflik menyangkut tanah magersari muncul di sekitar keraton, seperti yang terjadi di wilayah Suryowijayan.

Konflik juga terjadi pada penggunaan tanah-tanah untuk kepentingan umum, penataan kawasan Parangtritis, penyediaan lahan untuk Bandara dan Pelabuhan Internasional di Kulonprogo, serta berbagai kasus pertanah lain yang saat ini banyak menghiasi media terkait konflik di Masyarakat.

Persoalan tanah di Yogyakarta cukup unik karena status tanah DIY terbagi dalam beberapa kategori: Sultan Ground (SG) dimiliki oleh Hamengku Buwono, maupun Pakualaman, Tanah Hak Milik (HM) tanah yang sudah menjadi milik masyarakat sebagai harta yang diwariskan, diupayakan atau hibah, tanah magersari tanah yang dipinjamkan untuk dipakai baik untuk hunian maupun usaha dengan bukti kekancingan atau HGU, tanah terlantar (tanah yang dibiarkan tidak terurus oleh pemiliknya).

Dualisme sistem kepemilikan tanah di DIY yang rentan dengan konflik sosial. Tanah-tanah yang statusnya abu-abu ini seringkali menjadi sumber konflik masyarakat. Berkembangnya Kota Yogyakarta sebagai destinasi wisata membuat para investor mengembangkan usaha-usaha perhotelan, restoran, dan berbagai ruang untuk dikemas sebagai area wisata menjadikan tanah sebagai komoditas dengan nilai yang tinggi. Konflik muncul karena ekspansi usaha yang cenderung mengabaikan fungsi sosial tanah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Agraria, bahwa tanah harus dikelola sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.

Persoalan tanah semakin mencuat dengan disyahkannya UU Keistimewaan Yogyakarta. Meski Sultan menyatakan bahwa perkara tanah ini menjadi kewenangan BPN, akan tetapi dalam beberapa kasus, alih fungsi lahan, mulai terjadi di daerah Istimewa Yogyakarta yang menimbulkan konflik. Kegiatan Sarasehan ini merupakan langkah awal upaya membuka dialog kritis sebagai upaya mencari solusi masalah pertanahan di DIY yang semakin hangat dengan damai dan sesuai dengan aturan yang berlaku dan berkeadilan.

Berangkat dari kegelisahan diatas, Seluruh Mahasiswa Hukum Se-DIY yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Yogyakarta (DPC PERMAHI Yogyakarta) menggandeng Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta untuk menyelenggarakan Diskusi Hukum FH Se-DIY dengan mengangkat Tema : “Mengupas Tuntas Kasus Pertanahan di Daerah Istimewa Yogyakarta” pada hari Selasa, 11 Maret 2014 Pukul 15.00-Selesai dengan mendatangkan Pemateri dari Akademisi Hukum dan Praktisi Hukum yakni Dr. Djoko Sukisno, S.H., C.N. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada) dan Hasrul Buamona, S.H. (Advokat / Alumni DPC PERMAHI Yogyakarta), serta didampingi oleh Moderator saudara M. Jamil (Ketua II Bagian Eksternal DPC PERMAHI Yogyakarta).

Acara Diskusi Hukum FH Se-DIY tersebut berlangsung sangat lancar dihadiri oleh lebih dari 70 orang peserta dari mahasiswa dan perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Se-Daerah Istimewa Yogyakarta. Acaranya pun berlangsung dengan meriah dimana terjadi interaksi yang aktif antara narasumber dan para peserta yang menanyakan terkait persoalan-persoalan pertanahan di Yogyakrta.

Saat diskusi tersebut berlangsung, salahsatu Pemateri yakni Hasrul Buamona, S.H. memaparkan beberapa permasalahan yang terjadi di Yogyakarta diantaranya:
1.    Kasus tambang pasir besi di Kulonprogo
2.    Bagaimana kedudukan panitikismo setelah adanya Badan Pertanahan & tata ruang?
3.    Panitikismo Keraton Klarifikasi Tanah Magersari terkait tanah Magersari yang berada di Jalan Suryowijayan no 20 Yogyakarta
4.    Ada arah menuju feodalisme modern lewat aturan yuridis formal, namun ada sultan/Gub pergunakan tanah utk kepentingan masyarakat (rancu dan terlihat seperti  kebijakan politik temporer).
5.    Status tanah yang pinjam pakai, akan jadi konflik karena sewaktu-wktu pihak keraton/pakualaman dapat ambil kembali
6.    UU Keistimewaan & RAPERDAIS belum begitu melindungi masyrakat yang mengelola Sultan Ground dan Pakualaman Ground. Terlihat hanya melindungi kepentingan penguasa dalam aturan tersebut. Bukankah raja dan rakyat punya hubungan timbal balik?
7.    Permasalahan muncul kemudian, yakni dominasi Jabatan Gubenur degan Pengelolaan tanah, dimana belum tentu Gubenur selanjutnya dapat melakukan peruntukan dengan baik tanah kasultanan/ kadipaten untuk kepentingan masyarakat  Yogyakarta khususnya kalangan akar rumput.

Acara Diskusi Hukum FH Se-DIY ini dipersembahkan oleh Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Yogyakarta (DPC PERMAHI Yogyakarta) menggandeng Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, diselenggarakan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

 Suasana saat Acara Berlangsung

SHARE :
CB Blogger

Posting Komentar

 
Copyright © 2008 fimny. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by www.phylopop.com